Minggu, 08 Mei 2011

Bidan Siaga

BIDAN SIAGA

Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kodifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan wilayah itu.
Bidan harus mampu memberikan supervise, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan (post partum period), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Bidan mempunyai tugas penting dalam memberikan bimbingan, asuhan dan penyuluhan kepada ibu hamil, persalinan nifas dan menolong persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri serta memberikan asuhan pada bayi baru lahir.
Maka dapat dikatakan bahwa bidan Indonesia adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian dengan persyaratan yang berlaku.
Bidan siaga adalah : seorang bidan yang telah dipercaya dan diberi kepercayaan yang lebih dari pemerintah/negara untuk membantu masyarakat. Dimana, jika masyarakat membutuhkan bantuan dari bidan tersebut kapan saja.
Bidan siaga tersebut juga mampu memberikan pelatihan dan bimbingan kepada masyarakat melalui penyuluhan dan konseling.
Dalam pengembangan bidan siaga diperlukan juga dukungan dan bantuan dari masyarakat. Misalnya seperti adanya pendirian “desa siaga” yang diisi oleh minimal seorang bidan dan 2 orang kader.

Latar Belakang Bidan Siaga
Permasalahan kesehatan seperti disparitas kesehatan antar daerah, rendahnya kondisi kesehatan lingkungan, dan permasalahan sinkronisasi pusat daerah pasca desentralisasi telah menjadi perhatian utama departemen kesehatan.
Pembentukan masyarakat diwujudkan dengan mendorong setiap desa untuk mengembangkan “desa siaga” dengan melibatkan organisasi masyarakat, organisasi keamanan, sektor swasta, LSM dan lintas sektoral melalui :
a. Aksi kedaruratan nasional bidan kesehatan
Dilakukan melalui peningkatan kewaspadaan dini, upaya tanggap darurat, tata laksana penyakit dan gizi, pemberdayaan masyarakat, pengelolaan lingkungan, peningkatan kapasitas tenaga kerja penyediaan dan mobilisasi perbekalan/logistik
b. Meningkatkan/meratakan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan yang terjangkau.
c. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan pelaporan hal-hal penting terkait kesehatan, respon dan cepat tanggap terhadap kasus penyakit dan kewaspadaan kedaruratan.
Bidan siaga juga wajib memiliki pengetahuan dasar seperti
1. Konsep dan sasaran kebidanan komunitas
2. Masalah kebidanan komunitas
3. Pendekatan asuhan kebidanan pada keluarga, kelompok dan masyarakat
4. Strategi pelayanan kebidanan komunitas
5. Ruang lingkup pelayanan kebidanan komunitas
6. Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam masyarakat.
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak
8. Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Perkembangan
Persiapan bidan desa dilakukan dalam rangka mengisi kekosongan tenaga medis di pedesaan. Poskesdes memiliki tugas untuk merevitalisasi upaya kesehatan bersumber dari masyarakat seperti Posyandu, warung obat desa, ambulance desa dan pelayanan medis dasar dan promosi kesehatan serta penyehatan lingkungan adalah tugas pokok poskesdes.
Dalam hal pengembangan bidan siaga berkaitan erat dengan adanya respon dari desa/komunitas di daerah itu. Sebuah desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memilii sekurang-kurangnya sebuah pos kesehatan desa (Poskesdes) yang juga dilengkapi unit kesehatan berbasis masyarakat sesuai kebutuhan masyarakat setempat. Desa siaga nantinya akan memiliki sistem pengamatan penyakit dan faktor-faktor resiko penyakit berbasis masyarakat.
Dimana Poskesdes memiliki kegiatan
a. Pengamatan penyakit (epidemi) terutama untuk penyakit menular potensial menimbulkan ledakan kasus dan faktor resiko, status ortu serta kesehatan ibu
b. Penanggulangan penyakit, gizi dan kesehatan ibu hamil
c. Pelayanan pengobatan sesuai kompetensi (pengobatan dengan jenis penyakit ringan)
d. Promosi kesehatan khususnya masalah gizi keluarga, perilaku hidup bersih dan sehat serta penyehatan lingkungan.
Dimana Poskesdes di daerah tersebut didukung oleh sumber daya kesehatan (minimal seorang bidan) dengan dibangu oleh sekurang-kurangnya 2 orang kader. Para bidan tersebut dibekali dengan kepemimpinan dan manajerial untuk menjalankan fungsi pemberdayaan melalui kemitraan disamping materi-materi kesadaran gender agar dapat memperhatikan keadaan ibu hamil.

Kesimpulan
Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kodifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan wilayah itu.
Bidan siaga adalah : seorang bidan yang telah dipercaya dan diberi kepercayaan yang lebih dari pemerintah/negara untuk membantu masyarakat. Dimana, jika masyarakat membutuhkan bantuan dari bidan tersebut kapan saja.
Bidan siaga tersebut juga mampu memberikan pelatihan dan bimbingan kepada masyarakat melalui penyuluhan dan konseling.

manfaat inisiasi menyusui dini

Berikut kutipan dari berbagai sumber mengenai manfaat Inisiasi Menyusu Dini:

Untuk Ibu:

  • Meningkatkan hubungan khusus ibu dan bayi
  • Merangsang kontraksi otot rahim sehingga mengurangi ririko perdarahan sesudah melahirkan
  • Memperbesar peluang ibu untuk memantapkan dan melanjutkan kegiatan menyusui selama masa bayi
  • Mengurangi stress Ibu setelah melahirkan

Untuk Bayi:

  • Mempertahankan suhu bayi tetap hangat
  • Menenangkan ibu dan bayi serta meregulasi pernapasan dan detak jantung
  • Kolonisasi bakiterial di kulit dan usus bayi dengan bakteri badan ibu yang normal
  • Mengurangi bayi menangis sehingga mengurangi stres dan tenaga yang dipakai bayi
  • Memungkinkan bayi untuk menemukan sendiri payudara Ibu untuk mulai menyusu
  • Mengatur tingkat kadar gula dalam darah, dan biokimia lain dalam tubuh bayi
  • Mempercepat keluarnya meconium (kotoran bayi berwarna hijau agak kehitaman yang pertama keluar dari bayi karena meminum air ketuban)
  • Bayi akan terlatih motoriknya saat menyusu, sehingga mengurangi kesulitan menyusu
  • Membantu perkembangan persyarafan bayi (nervous system)
  • Memperoleh kolostrum yang sangat bermanfaat bagi sistem kekebalan bayi
  • Mencegah terlewatnya puncak ‘refleks mengisap’ pada bayi yang terjadi 20-30 menit setelah lahir. Jika bayi tidak disusui, refleks akan berkurang cepat, dan hanya akan muncul kembali dalam kadar secukupnya 40 jam kemudian

inisiasi menyusui dini

INISIASI Menyusu Dini adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu).
Inisiasi Menyusu Dini akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI eksklusif (ASI saja) dan lama menyusui. Dengan demikian, bayi akan terpenuhi kebutuhannya hingga usia 2 tahun, dan mencegah anak kurang gizi.
Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan ‘penyelamatan kehidupan’, karena inisiasi menyusu dini dapat menyelamatkan 22 persen dari bayi yang meninggal sebelum usia satu bulan. “Menyusui satu jam pertama kehidupan yang diawali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi dinyatakan sebagai indikator global. Ini merupakan hal baru bagi Indonesia, dan merupakan program pemerintah, sehingga diharapkan semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan baik swasta, maupun masyarakat dapat mensosialisasikan dan melaksanakan mendukung suksesnya program tersebut, sehingga diharapkan akan tercapai sumber daya Indonesia yang berkualitas,“ ujar Ibu Negara pada suatu kesempatan.
Tahap-tahap dalam Inisiasi Menyusu Dini
  1. Dalam proses melahirkan, ibu disarankan untuk mengurangi/tidak menggunakan obat kimiawi. Jika ibu menggunakan obat kimiawi terlalu banyak, dikhawatirkan akan terbawa ASI ke bayi yang nantinya akan menyusu dalam proses inisiasi menyusu dini.
  2. Para petugas kesehatan yang membantu Ibu menjalani proses melahirkan, akan melakukan kegiatan penanganan kelahiran seperti biasanya. Begitu pula jika ibu harus menjalani operasi caesar.
  3. Setelah lahir, bayi secepatnya dikeringkan seperlunya tanpa menghilangkan vernix (kulit putih). Vernix (kulit putih) menyamankan kulit bayi.
  4. Bayi kemudian ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Untuk mencegah bayi kedinginan, kepala bayi dapat dipakaikan topi. Kemudian, jika perlu, bayi dan ibu diselimuti.
  5. Bayi yang ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dibiarkan untuk mencari sendiri puting susu ibunya (bayi tidak dipaksakan ke puting susu). Pada dasarnya, bayi memiliki naluri yang kuat untuk mencari puting susu ibunya.
  6. Saat bayi dibiarkan untuk mencari puting susu ibunya, Ibu perlu didukung dan dibantu untuk mengenali perilaku bayi sebelum menyusu. Posisi ibu yang berbaring mungkin tidak dapat mengamati dengan jelas apa yang dilakukan oleh bayi.
  7. Bayi dibiarkan tetap dalam posisi kulitnya bersentuhan dengan kulit ibu sampai proses menyusu pertama selesai.
  8. Setelah selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk ditimbang, diukur, dicap, diberi vitamin K dan tetes mata.
  9. Ibu dan bayi tetap bersama dan dirawat-gabung. Rawat-gabung memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja si bayi menginginkannya, karena kegiatan menyusu tidak boleh dijadwal. Rawat-gabung juga akan meningkatkan ikatan batin antara ibu dengan bayinya, bayi jadi jarang menangis karena selalu merasa dekat dengan ibu, dan selain itu dapat memudahkan ibu untuk beristirahat dan menyusui.
Manfaat Kontak Kulit Bayi ke Kulit Ibu
  1. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat. Kulit ibu akan menyesuaikan suhunya dengan kebutuhan bayi. Kehangatan saat menyusu menurunkan risiko kematian karena hypothermia (kedinginan).
  2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang, sehingga membantu pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Dengan demikian, bayi akan lebih jarang rewel sehingga mengurangi pemakaian energi.
  3. Bayi memperoleh bakteri tak berbahaya (bakteri baik) yang ada antinya di ASI ibu. Bakteri baik ini akan membuat koloni di usus dan kulit bayi untuk menyaingi bakteri yang lebih ganas dari lingkungan.
  4. Bayi mendapatkan kolostrum (ASI pertama), cairan berharga yang kaya akan antibodi (zat kekebalan tubuh) dan zat penting lainnya yang penting untuk pertumbuhan usus. Usus bayi ketika dilahirkan masih sangat muda, tidak siap untuk mengolah asupan makanan.
  5. Antibodi dalam ASI penting demi ketahanan terhadap infeksi, sehingga menjamin kelangsungan hidup sang bayi.
  6. Bayi memperoleh ASI (makanan awal) yang tidak mengganggu pertumbuhan, fungsi usus, dan alergi. Makanan lain selain ASI mengandung protein yang bukan protein manusia (misalnya susu hewan), yang tidak dapat dicerna dengan baik oleh usus bayi.
  7. Bayi yang diberikan mulai menyusu dini akan lebih berhasil menyusu ASI eksklusif dan mempertahankan menyusu setelah 6 bulan.
  8. Sentuhan, kuluman/emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu akan merangsang keluarnyaoksitosin yang penting karena:
  • Menyebabkan rahim berkontraksi membantu mengeluarkan plasenta dan mengurangi perdarahan ibu.
  • Merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks, dan mencintai bayi, lebih kuat menahan sakit/nyeri (karena hormon meningkatkan ambang nyeri), dan timbul rasa sukacita/bahagia.
  • Merangsang pengaliran ASI dari payudara, sehingga ASI matang (yang berwarna putih) dapat lebih cepat keluar.

kehamilan disertai dengan penyakit jantung

ologi
Sebagian besar disebabkan demam reumatik. Bentuk kelainan katup yang sering dijumpai adalah stenosis mitral, insufisiensi mitral, gabungan stenosis mitral dengan insufisiensi mitral, stenosis aorta, insufisiensi aorta, gabungan antara insufisiensi aorta dan stenosis aorta, penyakit katupulmonal dan trikuspidal.
Faktor Predisposisi
Peningkatan usia pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan superimposed preeklamsi atau eklamsi, aritmia jantung atau hipertrofi ventrikel kiri, riwayat decompensasi cordis, anemia.

Patofisiologi
Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan dalam system kardiovaskuler yang baisanya masih dalam batas-batas fisiologik. Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan karena :
a. Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan puncaknya pada UK 32-36 minggu
b. Uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke atas, ke kiri, dan ke depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung mengalami lekukan dan putaran.
Volume plasma bertambah juga sebesar 22 %. Besar dan saat terjadinya peningkatan volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah merah ; hal ini mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan darah).
12-24 jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi cairan dari ekstra vascular ke dalam pembuluah darah, kemudian di ikuti periode deuresis pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi (penurunan volume plasa). 2 minggu pasca persalinan merupakan penyesuaian nilai volume plasma seperti sebelum hamil.
Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang sakit tidak. Oleh karena itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan nadi rata-rata 88x/menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan sering terdengar bising sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal. Penyakit jantung akan menjadi lebih berat pada pasien yang hamil dan melahirkan, bahkan dapat terjadi decompensasi cordis.
Manifestasi Klinis
Mudah lelah, nafas terengah-engah, ortopnea, dan kongesti paru adalah tanda dan gejala gagal jantung kiri. Peningkatan berat badan, edema tungkai bawah, hepato megali, dan peningkatan tekanan vena jugularis adalah tanda dan gejala gagal jantung kanan. Namun gejala dan tanda ini dapat pula terjadi pada wanita hamil normal. Biasanya terdapat riwayat penyakit jantung dari anamnesis atau dalam rekam medis.
Perlu diawasi saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung yang hamil yaitu :
a. Antara minggu ke 12 dan 32. Terjadi perubahan hemodinamik, terutama minggu ke 28 dan 32, saat puncak perubahan dan kebutuhan jantung maksimum
b. Saat persalinan. Setiap kontraksi uterus meningkatkan jumlah darah ke dalam sirkulasi sistemik sebesar 15 – 20% dan ketika meneran pada partus kala ii, saat arus balik vena dihambat kembali ke jantung.
c. Setelah melahirkan bayi dan plasenta. Hilangnya pengaruh obstruksi uterus yang hamil menyebabkan masuknya darah secara tiba-tiba dari ekstremitas bawah dan sirkulasi uteroplasenta ke sirkulasi sistemik.
d. 4-5 hari seetelah peralinan. Terjadi penurunan resistensi perifer dan emboli pulmonal dari thrombus iliofemoral.
Gagal jantung biasanya terjadi perlahan-lahan, diawali ronkhi yang menetap di dasar paru dan tidak hilang seteah menarik nafas dalam 2-3 kali.
Gejala dan tanda yang biasa ditemui adalah dispnea dan ortopnea yang berat atau progresif, paroxysmal nocturnal dyspnea, sinkop pada kerja, nyeri dada, batuk kronis, hemoptisis, jari tabuh, sianosis, edema persisten pada ekstremitas, peningkatan vena jugularis, bunyi jantung I yang keras atau sulit didengar, split bunyi jantung II, ejection click, late systolic click, opening snap, friction rub, bising sistolik derajat III atau IV, bising diastolic, dan cardio megali dengan heaving ventrikel kiri atau kanan yang difus.
Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan laboratorium rutin juga dilakukan pemeriksaan :
a. EKG untuk mengetahui kelainan irama dan gangguan konduksi, kardiomegali, tanda penyakit pericardium, iskemia, infark. Bisa ditemukan tanda-tanda aritmia.
b. Ekokardigrafi. Meteode yang aman, cepat dan terpercaya untuk mengetahu kelainan fungsi dan anatomi dari bilik, katup, dan peri kardium
c. Pemeriksaan Radiologi dihindari dalam kehamilan, namun jika memang diperlukan dapat dilakukan dengan memberi perlindung diabdomen dan pelvis.
Diagnosis
Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria. Diagnosis ditegakkan bila ada satu dari kriteria :
a. Bising diastolic, presistolik, atau bising jantung terus menerus
b. Pembesaran jantung yang jelas
c. Bising sistolik yang nyaring, terutama bila disertai thrill
d. Arimia berat
Pada wanita hamil yang tidak menunjukan salah satu gejala tersebut jarang menderita penyakit jantung. Bila terdapat gejala decompensasi jantung pasien harus di golongkan satu kelas lebih tinggi dan segera dirawat
Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan
Kelas I
- Tanpa pembatasan kegiatan fisik
- Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa
Kelas II
- Sedikit pembatasan kegiatan fisik
- Saat istirahat tidak ada keluhan
- Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti: kelelahan, jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau angina pectoris
Kelas III
- Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik
- Saat istirahat tidak ada keluhan
- Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
Kelas IV
- Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun
Komplikasi
Pada ibu dapat terjadi : gagal jantung kongestif, edema paru, kematian, abortus.
Pada janin dapat terjadi : prematuritas, BBLR, hipoksia, gawat janin, APGAR score rendah, pertumbuhan janin terhambat.
Penatalaksanaan
Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau ahli jantung. Secara garis besar penatalksanaan mencakup mengurangi beban kerja jantung dengan tirah baring, menurunkan preload dengan deuretik, meningkatkan kontraktilitas jantung dengan digitalis, dan menurunkan after load dengan vasodilator.
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan klasifikasinya yaitu :
Kelas I
Tidak memerlukan pengobatan tambahan
Kelas II
Umumnya tidak memerlukan pengobatan tambahan, hanya harus menghindari aktifitas yang berlebihan, terutama pada UK 28-32 minggu. Pasien dirawat bila keadaan memburuk.
Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam, namun harus diawasi dengan ketat. Pasien harus tidur malam cukup 8-10 jam, istirahat baring minimal setengah jam setelah makan, membatasi masuknya cairan (75 mll/jam) diet tinggi protein, rendah garam dan membatasi kegiatan. Lakukan ANC dua minggu sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu. Rawat pasien di RS sejak 1 minggun sebelum waktu kelahiran. Lakukan persalinan pervaginam kecuali terdapat kontra indikasi obstetric. Metode anastesi terpilih adalah epidural
Kala persalinan biasanya tidak berbahaya. Lakukan pengawasan dengan ketat. Pengawasan kala I setiap 10-15 menit dan kala II setiap 10 menit. Bila terjadi takikardi, takipnea, sesak nafas (ancaman gagal jantung), berikan digitalis berupa suntikan sedilanid IV dengan dosis awal 0,8 mg, dapat diulang 1-2 kali dengan selang 1-2 jam. Selain itu dapat diberi oksigen, morfin (10-15 mg), dan diuretic.
Pada kala II dapat spontan bila tidak ada gagal jantung. Bila berlangsung 20 menit dan ibu tidak dapat dilarang meneran akhiri dengan ekstraksi cunam atau vacum dengan segera
Tidak diperbolehkan memaki ergometrin karena kontraksi uterus yang bersifat tonik akan menyebabkan pengembalian darah ke sirkulasi sistemik dala jumlah besar.
Rawat pasien sampai hari ke 14, mobilisasi bertahap dan pencegahan infeksi, bila fisik memungkinkan pasien dapat menusui.
Kelas III
Dirawat di RS selam hamil terutama pada UK 28 minggu dapat diberikan diuretic
Kelas IV
Harus dirawat di RS
Kedua kelas ini tidak boleh hamil karena resiko terlalu berat. Pertimbangkan abortus terapeutik pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Jika kehamilan dipertahankan pasien harus terus berbaring selama hamil dan nifas. Bila terjadi gagal jantung mutlak harus dirawat dan berbaring terus sampai anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan diuretic biasanya gejala gagal jantung akan cepat hilang.
Pemberian oksitosin cukup aman. Umumnya persalinan pervaginam lebih aman namun kala II harus diakhiri dengan cunam atau vacuum. Setelah kala III selesai, awasi dengan ketat, untuk menilai terjadinya decompensasi atau edema paru. Laktasi dilarang bagi pasien kelas III dan IV.
Operasi pada jantungn untuk memperbaiki fungsi sebaiknya dilakukan sebelum hamil. Pada wanita hamil saat yang paling baik adalah trimester II namun berbahaya bagi bayinya karena setelah operasi harus diberikan obat anti pembekuan terus menerus  dan akan menyebabkan bahaya perdarahan pada persalinannya. Obat terpilih adalah heparin secara SC, hati-hati memberikan obat tokolitik pada pasien dengan penyakit jantung karena dapat menyebabkan edema paru atau iskemia miocard terutama pada kasus stenosis aorta atau mitral.
Prognosis
Prognosis tergantung klasifikasi, usia, penyulit lain yang tidak berasal dari jantung, penatalaksanaan, dan kepatuhan pasien. Kelainan yang paling sering menyebabkan kematian adalah edema paru akut pada stenosis mitral. Prognosis hasil konsepsi lebih buruk akibat dismaturitas dan gawat janin waktu persalinan.

Penyakit Jantung Dan Ibu hamil

JANTUNG adalah organ vital pada manusia yang bertugas memompakan darah beroksigen keseluruh tubuh, kepada janin juga tentunya jika ibu sedang dalam proses kehamilan. Janin yang terus tumbuh menuntut makanan berupa oksigen dan nutrisi dari ibunya dan ini terpenuhi lewat aliran darah yang terus meningkat pada tubuh ibu. Akibatnya, jantung ibu pun akan semakin meningkat daya kerjanya apalagi selama kehamilan juga terjadi proses pengenceran darah (hemodilasi) untuk menjamin lancarnya suplai darah pada ibu dan janin. Kerja keras itu ditandai dengan meningkatnya denyut jantung ibu.
Ibu penderita jantung diklarifikasikan dalam beberapa kelas::
  1. Kelas I adalah mereka yang masih bisa melakukan berbagai kegiatan tanpa gangguan.
  2. Kelas II adalah mereka penderita dengan pembatasan gerak fisik. Artinya saat beristirahat mereka tidak merasakan keluhan, tetapi dengan kegiatan fisik biasa seperti melakukan tugas rumah tangga mereka mudah merasa lelah dan jantung berdebar.
  3. Kelas III bila hanya dengan berkegiatan ringan saja bisa membuat si penderita merasa terganggu misalnya sesak nafas.
  4. Kelas IV adalah penderita yang sama sekali tak mampu melakukan aktivitas fisik apapun tanpa keluhan. Penyakit jantungnya termasuk berat.
Penderita kelas I dan II masih bisa menjalani kehamilan dengan pengawasan ketat dokter kandungan dan dokter spesialis jantung. Untuk kelas III bisa jadi dokter menganjurkan untuk berada dalam pengawasan dokter di rumah sakit lebih-lebih setelah kehamilan berusia 28 minggu. Sedang kelas IV umumnya dokter tidak memperbolehkan untuk hamil.
Penderita jantung yang masih boleh hamil tentu harus selalu dalam pengawasan ketat dan kerja sama kuat antara dokter kandungan dan dokter spesialis jantung. Perlu anda tahu, ada dua hal yang sangat mempengaruhi kerja jantung dan bisa memperburuk kondisi ibu hamil berpenyakit jantung yaitu pertambahan berat badan dan anemia. Kedua hal ini memerlukan pengawasan yang ketat. Bila ibu hamil terlalu sering mengeluh sesak nafas, bisa jadi dokter menyarankan untuk dirawat di rumah sakit. Pada dasarnya ibu hamil memerlukan lebih banyak waktu untuk beristirahat.
Jika memang sudah terjadi proses kehamilan pada ibu berpenyakit jantung dan kehamilan berjalan lancar melahirkan normal tentu bisa dilakukan. Bila perlu, dokter akan menggunakan alat bantu berbentuk tang (cunam) atau vakum ekstraksi agar kelahiran bayi jadi lebih mudah. Tindakan tersebut tentu akan dilakukan jika terjadi kondisi yang memburuk baik pada ibu ataupun janin. Bila perlu, operasi caesar pun bisa dilakukan.

Peredaran darah pada janin

Plasenta sebagian berasal dari janin dan sebagian lagi dari ibu. Kontribusi janin berasal dari korion, sedangkan kontribusi ibu berasal dari desidua (endometrium) di tempat implantasi.
Sirkulasi plasenta terdiri atas dua sirkulasi terpisah, yakni sirkulasi ibu dan sirkulasi janin, yang memiliki area pertukaran materi antara dua sirkulasi seperti yang berlangsung melalui membran plasenta. Membran plasenta terdiri atas lapisan-lapisan pada lapisan di luar
janin antara darah yang beredar pada sirkulasi janin dan ibu. Lapisan-lapisan ini adalah trofoblas (sinsitiotrofoblas primer), jaringan penghubung pada vili korionik dan endotel pada kapiler janin. Membran plasenta mendapat istilah yang tidak tepat, yakni sebagai penghalang plasenta, meski sebagian besar substansinya, termasuk obat-obatan, dapat dideteksi telah melewati membrane ini. Tanpa memperhatikan seberapa tipis membrane ini pada akhirnya setelah plasenta matang, baik fungsi maupun efektifitas membrane sama sekali tidak mengalami perubahan.

Sirkulasi janin ke plasenta berasal dari dua arteri umbilicus. Melalui arteri ini, darah yang telah mengalami deoksigenasi meninggalkan janin. Arteri-arteri ini akan terbagi lagi dan bercabang pada pelat korionik kemudian masuk ke dalam vili korionik. Di sini terjadi pemabgian lebih lanjut pada cabang-cabang vili yang akan membentuk jaringan vena kapiler yang meluas pada pembagian akhirnya. Terjadi pula transfer plasenta yang memungkinkan transfer materi antara sirkulasi janin dan ibu yang berlangsung pada membrane plasenta. Sirkulasi balik ke janin adalah melalui percabangan vena umbilicus, yang serupa dengan percabangan arteri menuju pelat korionik dan kemudian dengan pertemuan lebih lanjut ke vena umbilicus. Disini darah yang kaya oksigen akan dibawa menuju fetus.

Sirkulasi ibu pada plasenta biasanya berada di system peredaran darah ibu. Darah yang kaya oksigen masuk ke dalam ruang antarvilus melalui arteri-arteri endometrium spiral, sedangkan darah yang tidak kaya oksigen akan keluar dari ruang antarvilus melalui muara vena yang menuju vena umbilicus. Jalan masuk arteri dan jalan keluar vena yang menyuplai tiap kotiledon secara acak berpencar melalui plasenta. Meski berbagai ahli telah mengajukan sejumlah angka, kemungkinan terdapat kurang lebih 120 jalan masuk arteri spiral ke dalam ruang antarvilus dari plasenta yang telah matang. Darah masuk ke dalam ruang antarvilus dari arteri spiral yang berada di bawah tekanan yang luar biasa, sesuai kondisi tekanan darah ibu. Hasilnya adalah alirandarah yang menyembur secara ritmik ke dalam dan melalui ruang antarvilus melalui pelat korionik. Darah kemudian diedarkan ke samping dengan batasan ini dan mengalir pada permukaan banyak cabang pada vili korionik. Aliran ini cukup lambat sehingga memungkinkan pertukaran materi antara sirkulasi ibu dan janin sepanjang membrane plasenta. Pada akhirnya darah ibu yang telah mengalami deoksigenasi keluar melalui gerbang vena.

Pada janin masih terdapat fungsi foramen ovale, duktus arteriosus Botalli, arteri umbilikalis lateral dan duktus venosus arantii.
Mula-mula darah yang kaya oksigen dan nutrisi yang berasal dari plasenta, melalui vena umbilikalis, masuk ke dalam tubuh janin. Sebagian besar darah tersebut melalui duktus venosus arantii akan mengalir ke vena kava inferior pula. Di dalam atrium dekstra sebagian besar darah ini akan mengalir secara fisiologik ke atrium sinistra melalui foramen ovale yang terletak di antara atrium dekstra dan atrium sinistra.
Dari atrium sinistra selanjutnya darah ini akan mengalir ke ventrikel kiri yang kemudian dipompakan ke aorta. Hanya sebagian kecil darah dari atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan bersama-sama dengan darah yang berasal dari vena kava superior. Karena terdapat tekanan dari paru-paru yang belum berkembang, sebagian besar darah dari ventrikel kanan ini, yang seyogyanya mengalir melalui arteri pulmonalis ke paru-paru, akan mengalir melalui duktus Botalli ke aorta. Sebagian kecil akan menuju ke paru-paru, dan selanjutnya ke atrium sinistra melalui vena pulmonalis.
Darah dari aorta akan mengalir ke seluruh tubuh untuk member nutrisi dan oksigenasi pada sel-sel tubuh. Darah dari sel-sel tubuh yang miskin oksigen serta penuh dengan sisa-sisa pembakaran dan sebagainya akan dialirkan ke arteri melalui 2 arteri umbilikalis. Seterusnya diteruskan ke peredaran darah di kotiledon dan jonjot-jonjot dan kembali melalui vena umbilikalis ke janin. Demikian seterusnya, sirkulasi janin ini berlangsung ketika janin berada di dalam uterus.

Jalur peredaran darah janin dapat digambarkan :
1.Plasenta - vena umbilicalis - hati - ductus venosus /vena hepatica - vena cava inferior - atrium kanan - foramen ovale - Atrium kiri - ventrikel kiri - aorta - kepala, tangan/ abdomen, thorax, kaki - arteri umbilicalis - plasenta.
Ini aliran darah yg kaya oksigen.

2.Dari kepala dan tangan - vena cava superior - atrium kanan - ventrikel kanan - arteri pulmonalis/ductus arteriosus - paru/aorta dorsalis - abdomen, thorax, kaki - arteri umbilicalis - plasenta
Ini adalah peredaran darah yang miskin oksigen. Darah miskin oksigen yang datang ke plasenta mendapat oksigenasi pada villus, sehingga jadi kaya oksigen.

Ketika janin dilahirkan, segera bayi mengisap udara dan menangis kuat. Dengan demikian, paru-parunya akan berkembang. Tekanan dalam paru-paru mengecil dan seolah-olah darah terisap ke dalam paru-paru. Dengan demikian, duktus Botalli tidak berfungsi lsgi. Demikian pula, karena tekanan dalam atrium kiri meningkat, foramen ovale akan tertutup, sehingga foramen tersebut selanjutnya tidak berfungsi lagi.

Darah dari vena cava inferior, bersama dari vena cava superior sama-sama masuk atrium kanan dan sama-sama masuk semua ke ventrikel kanan pula. Dari ventrikel kanan semua darah dioksigenasi ke paru, dan tak ada lagi sebagian masuk aorta langsung. Kembali dari paru semua darah masuk atrium kiri, terus ke ventrikel kiri. Dari ventrikel kiri semua darah keluar jantung lewat aorta.

Akibat dipotong dan diikatnya tali pusat, arteri umbilicalis dan duktus venosus arantii akan mengalami obiliterasi. Dengan demikian, setelah bayi lahir, maka kebutuhan oksigen dipenuhi oleh udara yang diisap ke paru-paru dan kebutuhan nutrisi dipenuhi oleh makanan yang dicerna dengan system pencernaan sendiri.

Rabu, 04 Mei 2011

Cara menghitung siklus menstruasi dan fase dalam menstruasi

Siklus menstruasi adalah Menstruasi yang terjadi terus – menerus setiap bulannya. Menstruasi pertama kali dialami pada usia 11 – 16 tahun, adapula dalam usia 8 tahun sudah mengalami menstruasi hal ini dikarenakan asupan gizi dalam tubuh berkembang baik sehingga membantu mempercepat proses datangnya menstruasi dan menandakan bahwa sel telur siap dibuahi untuk kehamilan ataua mengandung anak.
Siklus menstruasi pada setiap wanita berbeda dengan lainnya, ada yang memiliki siklus 25 -35 hari tetapi hanya 80 % dan 20 % wanita yang memiliki siklus menstruasi 28 hari. Setiap menstruasi hanya 1 sel telur yang dikeluarkan.
Bagi remaja putri yang baru pertama kali menstruasi terkadang mengalami siklus haid yang tidak teratur, misalnya dalam 1 bulan terjadi 2 kali menstruasi (2 kali siklus ) itu adalah hal yang lumrah / wajar.
Untuk membantu mengetahui panjangnya dan waktu suklus dapat membuat catatan pada kalender, karena dapat membantu anda memperkirakan siklus yang akan datang. Siklus menstruasi biasanya terjadi antara 3 – 7 hari.
Posted in Fase dalam menstruasi, Siklus Menstruasi | Tagged , , , , , , , , , , , | Leave a comment

Fase Menstruasi

Ada 3 fase yang dialami setiap wanita selama menstruasi, yaitu :
1. Fase Folikuler adalah dimana kdar FSH ( Folicle Stimulating Hormone ) sedikit meningkaat sehingga merangsang tumbuhnya 3 – 30 folikel ovarium ( kantung dinding telur ) yang masing – masing mengandung 1 sel telur.
2. Fase Ovulatior adalah dimana kadar LH ( Luteinizing Hormone ) meningkat dan folikel yang matang akan menonjol ke permukaan ovarium ( dinding telur ) untuk melepaskan sel telur ( ovulasi ). Sel telur biasanya dikeluarkan dalam waktu 16 – 32 jam setelah terjai peningkatan kadar LH. Dalam fase ini biasanya wanita mengalami gangguan nyeri pada perut bagian bawah, rasa itu bisa berlangsung dalam beberapa menit bahkan sampai beberapa jam.
3. Fase Luteal adalah lepasnya sel telur dari indung telur selama 14 hari, dan folikel ovarium ( kantung induk telur ) akan menutup kembali dan membentuk kopus luteum yang menghasilkan hormon progesteron dalam jumlah besar.
Tetapi perlu diketahui setelah 14 haari kropus luteum akan hancur dan selama dalam fase ini seorang wanita juga akan mengalami peningkatan suhu tubuh sampai siklus yang baru akan dimulai, keculai jika terjadi pembuahan. Jika telur dibuahi, korpus luteum akan menghasilkan HCG ( Human Chorionic gonadotropin ) hormon ini akan menjaga kropus luteum yang menghasilkan hormon progesteron sampai janin bisa menghasilkan hormonnya sendri. Fase Luteal biasanya ditandai sebagai fase bagi wanita yang ingin hamil.
Posted in Siklus Menstruasi | Tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , | Leave a comment

Tips Menjaga Kelangsungan Siklus Menstruasi

Ada sedikit tips menarik untuk menjaga kelangsungan siklus menstruasi yang tepat dan bersih, diantaranya :
1. Buatlah catatan pada kalender anda setiap menstruasi, sebagai panduan anda untuk mengetahui siklus menstruasi selanjutnya.
2. Memperhatikan kebersihan selama menstruasi, karena dinding rahim dan vagina sangat mudah terkena infeksi atau virus.
3. Pinggang terasa sakit seperti nyeri, pegal – pegal karena ketariknya otot rahim. Untuk menguragi rasa sakit atau nyeri dapat mengonsumsi obat penghilang sakit haid dengan dosis yang tepat atau minum ramuan tradisisonal ( jamu ).
4. Pemilihan pembalut yang lembut, aman, nyaman tanpa menimbulkan iritasi, tidak mengandung gel, serta underwear yang berbahan cotton ( lembut ) Karena darah menstruasi adalah media yang sangat mudah bagi tumbuhnya kuman penyakit yang membahayakan organ vital anda.
5. Mengganti pembalut dan underwear paling lama 4 jam sekali baik ketika mandi atau buang air besar, bila perlu 2 – 3 kali mengganti pembalut tergantung pada banyak tidaknya darah yang keluar pada saat menstruasi.
6. Membasuh alat vital anda baik ketika anda mengganti pembalut atau saat setelah buang air besar dengan air bersih, yang lebih baik lagi dengan air hangat dan sabun dengan PH yang lembut dan ringan agar tidak terjadi alergi, infeksi dan jamur pada alat vital anda.
Perhatikanlah selalu siklus menstruasi anda dengan baik dan benar. Agar menstruasi lancar dan menentu, serta jagalah selalu kebersihan organ intim anda agar tidak mudah terindentifikasi penyakit virus atau penyakit lainnya.


Komplikasi Abortus

Akibat Dilakukannya Tindakan Abortus Provokatus / Kriminalis Komplikasi Medis yang Dapat Timbul Pada Ibu:

1. Perforasi Dalam .

Melakukan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks jangan digunakan tekanan berlebihan. Pada kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.

2. Luka pada serviks uteri.

Apabila jaringan serviks kerasdan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.

3. Pelekatan pada kavum uteri.

Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.

4. Perdarahan.

Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada mola hidatidosa ada bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya diselenggarakan transfusi darah dan sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.

5. Infeksi.

Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.

6. Lain-lain

Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik adalah apabila larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat ditimbulakan pada pemberian prostaglandin antara lain panas, enek, muntah dan diare.

Komplikasi yang Dapat Timbul Pada Janin:

Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal. Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin kemungkinan besar mengalami cacat fisik.

Secara garis besar tindakan abortus sangat berbahaya bagi ibu dan juga janin yaitu bisa menyebabkan kematian pada keduanya.

ABOTRUS alias keguguran

Abortus
Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu hidup di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 g, atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Pada bulan pertama kehamilan yang mengalami abortus, hampir selalu didahului dengan matinya janin dalam rahim.

Keguguran atau abortus disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:
-          Kelainan sel telur ibu, biasanya terjadi di awal kehamilan.
-          Kelainan anatomi organ reproduksi ibu, misalnya mengalami kelainan atau gangguan pada rahim.
-          Gangguan sirkulasi plasenta akibat ibu menderita suatu penyakit, atau kelainan pembentukan plasenta.
-          Ibu menderita penyakit berat seperti infeksi yang disertai demam tinggi, penyakit jantung atau paru yang kronik, keracunan, mengalami kekurangan vitamin berat, dll.
-          Antagonis Rhesus ibu yang merusak darah janin.

Ada beberapa jenis abortus atau keguguran, yaitu:
Abortus Iminens
Ditandai dengan perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, ibu mungkin mengalami mulas atau tidak sama sekali. Pada abortus jenis ini, hasil konsepsi atau janin masih berada di dalam, dan tidak disertai pembukaan (dilatasi serviks)
Abortus Insipiens
Terjadi perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan disertai mulas yang sering dan kuat. Pada abortus jenis ini terjadi pembukaan atau dilatasi serviks tetapi hasil konsepsi masih di dalam rahim.
Abortus Inkomplet
Terjadi pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, sementara sebagian masih berada di dalam rahim. Terjadi dilatasi serviks atau pembukaan, jaringan janin dapat diraba dalam rongga uterus atau sudah menonjol dari os uteri eksternum. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan, sehingga harus dikuret.
Abortus komplet
Pada abortus jenis ini, semua hasil konsepsi dikeluarkan sehingga rahim kosong. Biasanya terjadi pada awal kehamilan saat plasenta belum terbentuk. Perdarahan mungkin sedikit dan os uteri menutup dan rahim mengecil. Pada wanita yang mengalami abortus ini, umumnya tidak dilakukan tindakan apa-apa, kecuali jika datang ke rumah sakit masih mengalami perdarahan dan masih ada sisa jaringan yang tertinggal, harus dikeluarkan dengan cara dikuret.
Abortus Servikalis
Pengeluaran hasil konsepsi terhalang oleh os uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga mengumpul di dalam kanalis servikalis (rongga serviks) dan uterus membesar, berbentuk bundar, dan dindingnya menipis.

Solusio Plasenta

Solusio Plasenta
Terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang implantasinya normal, sebelum janin dilahirkan, pada masa kehamilan atau persalinan, disertai perdarahan pervaginam, pada usia kehamilan ³ 20 minggu.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Perdarahan timbul akibat adanya trauma pada abdomen atau timbul spontan akibat adanya penyulit pada kehamilan yang merupakan predisposisi solusio plasenta. Faktor predisposisi solusio plasenta antara lain : usia ibu semakin tua, multi paritas, preeklampsia, hipertensi kronik, ketuban pecah pada kehamilan preterm, merokok, trombofilia, pengguna kokain, riwayat solusio plasenta sebelumnya, dan mioma uteri. Darah yang keluar tidak sesuai dengan beratnya penyakit, berwarna kehitaman, disertai rasa nyeri pada daerah perut akibat kontraksi uterus atau rangsang peritoneum. Sering terjadi pasien tidak lagi merasakan adanya gerakan janin.
Pemeriksaan Status Generalis
Periksa keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital. Hati-hati adanya tanda pra renjatan (pra syok) yang tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang keluar pervaginam.
Pemeriksaan Status Obstetri
Periksa Luar : uterus terasa tegang atau nyeri tekan, bagian-bagian janin sulit diraba, bunyi jantung janin sering tidak terdengar atau terdapat gawat janin, apakah ada kelainan letak atau pertumbuhan janin terhambat.
Inspekulo : apakah perdarahan berasal dari ostium uteri atau dari kelainan serviks dan vagina. Nilai warna darah, jumlahnya, apakah encer atau disertai bekuan darah. Apakah tampak pembukaan serviks, selaput ketuban, bagian janin atau plasenta.
Periksa Dalam : perabaan fornises hanya dilakukan pada janin presentasi kepala, usia gestasi di atas 28 minggu dan curiga plasenta praevia. Nilai keadaan serviks, apakah persalinan dapat terjadi kurang dari 6 jam, berapa pembukaan, apa presentasi janin, dan adakah kelainan di daerah serviks dan vagina.
Pelvimetri Klinis : dilakukan pada kasus yang akan dilahirkan per vaginam dengan usia gestasi ³ 36 minggu atau TBJ ³ 2500 gram.
Klasifikasi Solusio Plasenta
a. Ringan : perdarahan kurang dari 100 – 200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang dari 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%.
b. Sedang : perdarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pra renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta ¼ sampai 2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120 – 150 mg%.
c. Berat : uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, biasanya janin telah mati, pelepasan plasenta dapat terjadi pada lebih dari 2/3 bagian permukaan atau keseluruhan bagian permukaan.
DIAGNOSIS BANDING
Plasenta praevia, Vasa praevia.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG : menilai implantasi plasenta dan seberapa luas terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya, biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan bawaan dan derajat maturasi plasenta.
Kardiotokografi : pada kehamilan di atas 28 minggu.
Laboratorium : darah perifer lengkap, fungsi hemostasis, fungsi hati, atau fungsi ginjal (disesuaikan dengan beratnya penyulit atau keadaan pasien). Lakukan pemeriksaan dasar : hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu pembekuan darah, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan elektrolit plasma.
Pemeriksaan Lain : atas indikasi medik.
KONSULTASI
Spesialis Anak, Spesialis Anestesi dan Spesialis Penyakit Dalam.
TERAPI
Terapi Medik
1. Tidak terdapat renjatan : usia gestasi < 36 minggu atau TBJ < 2500 gram.
a. Ringan : terapi konservatif bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi uterus tidak ada, janin hidup dan keadaan umum ibu baik) dan dapat dilakukan pemantauan ketat keadaan janin dan ibu. Pasien tirah baring, atasi anemia, USG dan KTG serial (bila memungkinkan) dan tunggu partus normal. Terapi aktif dilakukan bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, kontraksi uterus terus berlangsung, dan dapat mengancam ibu dan atau janin). Bila perdarahan banyak, skor pelvik < 5 atau persalinan masih lama > 6 jam, lakukan seksio sesarea. Bila partus dapat terjadi < 6 jam, amniotomi dan infus oksitosin.
b. Sedang / Berat : resusitasi cairan, atasi anemia (transfusi darah), partus pervaginam bila < 6 jam (amniotomi dan infus oksitosin); bila perkiraan partus > 6 jam, lakukan seksio sesarea.
2. Tidak terdapat renjatan : usia gestasi ³ 36 minggu atau ³ 2500 gram.
Solusio plasenta derajat ringan/sedang/berat bila persalinan lebih dari 6 jam, lakukan seksio sesarea.
3. Terdapat renjatan :
Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamatan yang optimal. Bila renjatan dapat diatasi, pertimbangkan untuk seksio sesarea bila janin hidup atau partus lebih lama dari 6 jam.
Terapi Bedah
1. Partus per vaginam dengan kala dua dipercepat.
2. Seksiosesarea atas indikasi medik.
3. Seksiohisterektomi bila terdapat perdarahan postpartum yang tidak dapat diatasi dengan terapi medikamentosa atau ligasi arteri uterina. Ligasi hipogastrika hanya boleh dilakukan oleh operator yang kompeten.
PERAWATAN RUMAH SAKIT
Setiap pasien dengan perdarahan antepartum perlu segera dirawat.
PENYULIT
Disebabkan oleh  Penyakit Pada ibu : Renjatan, gagal ginjal akut (acute tubular necrosis), Koagulasi Intravaskular Diseminata (disseminated intravascular coagulation), atonia uteri/uterus couvelaire.atau
Pada Janin meliputi asfiksia, BBLR, respiratory dystress syndrome (RDS).
Karena Tindakan / Terapi Pada Ibu : reaksi transfusi, kelebihan cairan, renjatan, infeksi, Pada Janin : asfiksia, infeksi, anemia
PERSETUJUAN TINDAK MEDIK
Dibuat saat pasien masuk perawatan di rumah sakit, secara tertulis, berupa persetujuan tindak medik dan tindak operasi (bila diperlukan operasi). Khusus bila akan dilakukan tubektomi, harus ada ijin tertulis dari suami (tidak boleh diwakilkan).
LAMA PERAWATAN
Tindakan Konservatif :Tergantung kondisi ibu dan atau janin.
Tindakan Aktif : pasca Partus Pervaginam : 2 – 3 hari, Pasca Seksio Sesarea : 3 – 5 hari
MASA PEMULIHAN
Partus per vaginam : 42 hari; seksio sesarea : 3 bulan.
Korespondensi
Judi Januadi Endjun, Sanny Santana, Febriansyah Darus, Novi Resistantie, St. Finekri A. Abidin
RSPAD Gatot Soebroto / Departemen Obstetri dan Ginekologi
Divisi Fetometernal
Jakarta
PUSTAKA

Tips Praktis Mengenali plasenta Previa

Definisi
1. Implantasi plasenta di bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim.
2. Kondisi dimana telur yang telah dibuahi (the fertilized egg) menjadi tertanam (implanted) di bagian bawah uterus, yang berarti bahwa plasenta terletak melewati (lies across) serviks dan dapat terpisah/tidak lagi melekat (detached) selama masa kelahiran bayi/bersalin (childbirth) dan dapat menyebabkan kerusakan otak pada bayi.
3. Pregnancy in which the placenta is implanted in the lower part of the uterus (instead of the upper part); can cause bleeding late in pregnancy; delivery by cesarean section may be necessary.

Varian Plasenta Previa
Plasenta previa melibatkan implantasi plasenta di atas mulut serviks bagian dalam (internal cervical os). Berbagai varian termasuk:

1. Implantasi lengkap di atas mulut atau complete implantation over the os (complete placenta previa)
2. Sebagian tepi plasenta menutupi mulut atau a placental edge partially covering the os (partial placenta previa)
3. Plasenta mencapai perbatasan atau the placenta approaching the border of the os (marginal placenta previa).
4. Plasenta letak rendah atau a low-lying plasenta berimplantasi di caudad setengah sampai sepertiga dari uterus atau sekitar 2-3 cm dari mulut (os).

Penyebab
1. Perdarahan (hemorrhaging), jika berhubungan dengan kehamilan (labor), dapat sekunder ke dilatasi serviks dan gangguan (disruption) implantasi plasenta dari servikas dan segmen bawah rahim (lower uterine segment). Segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dan oleh karenanya tidak dapat menekan/mempersempit (constrict) pembuluh darah di korpus uterus, menyebabkan perdarahan yang terus-menerus.
2. Usia lebih dari 35 tahun
3. Multiparitas
4. Pengobatan infertilitas
5. Multiple gestation (larger surface area of the placenta)
6. Erythroblastosis
7. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya (prior uterine surgery)
8. Keguguran berulang (recurrent abortions)
9. Status sosioekonomi yang rendah
10. Jarak antarkehamilan yang pendek (short interpregnancy interval) 11. Merokok
12. Penggunaan kokain
13. Penyebab lainnya termasuk pemeriksaan dengan jari (digital exam), abruption (pre-eclampsia, hipertensi kronis, penggunaan kokain, dll) dan penyebab trauma lainnya (seperti: trauma postcoital).

Faktor Predisposisi
1. Melebarkan pertumbuhan plasenta
    a. Kehamilan kembar (gemelli)
    b. Tumbuh kembang plasenta tipis
2. Kurang suburnya endometrium
    a. Malnutrisi ibu hamil
    b. Melebarnya plasenta karena gemelli
    c. Sering dijumpai pada grandemultipara
3. Terlambat implantasi
    a. Endometrium fundus kurang subur
    b. Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam
        bentuk blastula yang siap untuk nidasi.

Patofisiologi
Implantasi plasenta diprakarsai (initiated) oleh embrio (embryonic plate) menempel di uterus (cauda) bagian bawah. Dengan pertumbuhan dan penambahan plasenta, perkembangan plasenta dapat menutupi mulut plasenta (cervical os). Bagaimanapun juga, diperkirakan bahwa suatu vaskularisasi decidua (jaringan epitel endometrium) defective terjadi di atas (over) serviks, mungkin ini sekunder terhadap inflamasi atau perubahan atrofik. Per se, bagian plasenta yang sedang mengalami perubahan atrofik dapat berlanjut sebagai vasa previa.

Sebagai penyebab penting perdarahan pada trimester ketiga, placenta previa memberikan gambaran sebagai perdarahan tanpa disertai rasa nyeri (painless bleeding). Perdarahan ini dipercaya memiliki hubungan dengan perkembangan segmen bawah rahim (the lower uterine segmen) pada trimester ketiga. Tambahan (attachment) plasenta terganggu (disrupted) karena daerah ini (segmen bawah rahim) menipis secara bertahap dalam rangka persiapan untuk permulaan kelahiran (the onset of labor). Saat ini berlangsung, maka perdarahan terjadi pada daerah implantasi/nidasi karena uterus tidak dapat berkontraksi dengan cukup kuat dan menghentikan aliran darah dari pembuluh darah yang terbuka. Thrombin yang dilepaskan dari area perdarahan memacu (promotes) kontraksi uterus dan timbulnya lingkaran setan (vicious cycle): perdarahan-kontraksi-pemisahan plasenta-perdarahan.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat
Plasenta previa terjadi pada 0,3-0,5% dari semua kelahiran. Ada peningkatan risiko sebesar 1,5 sampai 5 kali lipat jika disertai riwayat seksio sesarea (cesarean delivery). Dengan peningkatan jumlah kelahiran secara seksio sesarea, risiko ini dapat menjadi sebesar 10%. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kelahiran secara seksio sesarea sebelumnya tidak meningkatkan jumlah plasenta previa yang terdeteksi dengan ultrasonography pada trimester kedua.

Bagaimanapun juga, rata-rata perpindahan plasenta yang diamati (observed) pada 28-36 minggu masa gestation (perkembangan embrio) dapat mengidentifikasi pasien yang lebih mungkin untuk melahirkan per vagina dengan resolution previa.

Dari semua plasenta previa, frekuensi plasenta previa total (complete) sebesar 20-45%, plasenta previa parsial sekitar 30%, dan plasenta previa marginal sebesar 25-50%.
Mortalitas/Morbiditas

Faktor-faktor yang memengaruhi morbiditas dan risiko relatifnya:
1. Perdarahan antepartum: 10
2. Kebutuhan akan histerektomi: 33
3. Transfusi darah: 10
4. Septikemia: 5,5
5. Tromboflebitis: 5

Rata-rata mortalitas perinatal yang berhubungan dengan plasenta previa sebesar 2-3%.

Mortalitas maternal sebesar 0,03% di Amerika Serikat.

Ras
Plasenta previa tidak memiliki predileksi untuk ras tertentu.

Jenis Kelamin
Plasenta previa hanya terjadi pada wanita hamil.

Usia
Risiko plasenta previa berhubungan dengan usia adalah sebagai berikut:
1. Usia 12-19 tahun - 1%
2. Usia 20-29 tahun – 0,33%
3. Usia 30-39 tahun - 1%
4. Usia di atas 40 tahun - 2%

Gejala Klinis

1. Perdarahan tanpa disertai rasa sakit, yang terjadi pada
    trimester ketiga.
2. Sering terjadi pada malam hari saat pembentukan
    segmen bawah rahim.
3. Bagian terendah masih tinggi di atas pintu atas panggul
    (kelainan letak).
4. Perdarahan dapat sedikit atau banyak sehingga timbul gejala.

Riwayat Penyakit (History of Disease)
Gambaran klasik plasenta previa adalah perdarahan vagina tanpa disertai rasa sakit atau nyeri (painless vaginal bleeding).
* Sekitar dua pertiga pasien menunjukkan gejala sebelum
   36 minggu gestation, dengan setengah dari pasien ini
   menampakkan gejala sebelum 30 minggu gestation.
* Perdarahan ini seringkali berhenti spontan dan kemudian
   terjadi lagi dengan kehamilan (labor).

Pemeriksaan Fisik
1. Semua wanita hamil diluar trimester pertama yang mengalami perdarahan vagina memerlukan pemeriksaan speculum diikuti oleh diagnostic ultrasound, jika sebelumnya tidak ada konfirmasi riwayat plasenta previa.
2. Karena risiko perdarahan yang membahayakan kehidupan (provoking life-threatening hemorrhage), maka pemeriksaan dengan jari (a digital examination) mutlak dikontraindikasikan sampai plasenta previa di-exclude, dengan kata lain, terbukti tidak ada plasenta previa.
3. Monitoring aktivitas uterus mengungkapkan bahwa sekitar 20% pasien memiliki kontraksi yang bersamaan (concurrent/simultaneous) dengan perdarahan.

Diagnosis Banding
1. Abruptio placentae (solusio plasenta)
2. Cervicitis (radang serviks)
3. Premature rupture of membranes
4. Preterm Labor (kehamilan preterm)
5. Vaginitis (radang vagina)
6. Vulvovaginitis (radang vulva dan vagina)

Problem Lain yang Perlu Dipertimbangkan
1. Vasa previa
2. Laserasi (robekan) serviks atau vagina
3. Laserasi dinding samping vagina (vaginal sidewall laceration)
4. Miscarriage (spontaneous abortion)

Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang1. Meskipun kejadian coagulopathy jarang ditemukan, hitung darah lengkap dan trombosit (a complete blood count with platelets) dapat bermanfaat.
2. Profil disseminated intravascular coagulopathy (DIC) dengan prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), fibrinogen, dan fibrin split products dapat juga membantu.

Imaging Studies
1. Studi yang paling bermanfaat dan paling murah adalah menggunakan transvaginal ultrasonography yang akurasinya (ketepatannya) mencapai 100% dalam mengidentifikasi plasenta previa.
2. Sebagai alternatif dapat dipakai transabdominal ultrasonography yang akurasinya mencapai 95%; meskipun demikian, false-positive dan false-negative dapat berkisar antara 2% sampai 25%. Translabial sonography juga merupakan alternatif lainnya
3. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi kehamilan yang disertai dengan plasenta akreta, plasenta inkreta, atau plasenta perkreta. Semua abnormalitas plasenta invasif ini lebih umum terjadi (misalnya, plasenta akreta terjadi pada 0,2% dari kehamilan) karena peningkatan pada persalinan sesarea, peningkatan usia ibu (advancing maternal age), hypertensive disease, merokok, dan kasus plasenta previa. Meskipun dalam banyak situasi, MRI tidak lagi lebih sensitif dalam mendiagnosis plasenta akreta dibandingkan dengan ultrasonography, MRI masih lebih unggul (superior) dalam menegakkan diagnosis posterior placenta accreta atau lebih invasif untuk plasenta inkreta dan plasenta perkreta. Untuk wanita dengan risiko tinggi untuk plasenta akreta, suatu protokol 2 tahap (2-step) yang pertama menggunakan ultrasonography dan kemudian MRI untuk kasus-kasus dengan inconclusive ultrasonographic features dapat menegakkan diagnosis dengan optimal dan akurat.

Tes Lainnya 1. Evaluasi ultrasonografi janin (fetus) bermanfaat untuk mengidentifikasi usia dan berat perkembangan embrio terakhir (current gestational), kelainan kongenital potensial (potential congenital anomalies), malpresentation, dan bukti terjadinya fetal growth restriction. Evaluasi ultrasonografi juga direkomendasikan untuk mengidentifikasi insersi tali pusat (umbilical cord insertion) dan mengeluarkan/mengeksklusi (excluding) insersi velamentous.
2. Pemeriksaan dengan spekulum yang steril sebaiknya dilakukan untuk mengevaluasi ruptur membran pada fetus.

Penatalaksanaan
Medikamentosa
Belum ada medikasi yang spesifik dan bermanfaat untuk pasien dengan plasenta previa. Tocolysis dapat dipertimbangkan secara hati-hati pada keadaan tertentu. Dukunglah, besarkanlah hati, dan berilah semangat pada pasien dengan plasenta previa untuk mempertahankan asupan (intake) zat besi dan asam folat sebagai safety margin terutama bila terjadi perdarahan.

Sebagai tambahan, tocolytics dapat juga diberikan pada kasus-kasus perdarahan minimal dan extreme prematurity untuk memberikan kortikosteroid antenatal. Jika terjadi lebih dari satu episode perdarahan selama gestation (pada perkembangan dan pertumbuhan normal/viability atau lebih dari 24 minggu), maka dokter sebaiknya menyarankan pasien untuk mondok di rumah sakit (hospitalization) sampai melahirkan, mengingat ini berpotensi tinggi untuk terjadi solusio plasenta dan kematian janin (fetal demise).

Tocolytics
A. Manfaat
    Mencegah preterm labor atau kontraksi.

B. Nama Obat
    Magnesium sulfat.

C. Deskripsi
    Suplemen nutrisional pada total parenteral nutrition
    (hyperalimentation); kofaktor pada sistem enzim; terlibat dalam 
    transmisi neurochemical dan muscular excitability. Pada dewasa,
    60-180 mEq potassium, 10-30 mEq magnesium, dan 10-40 mEq
    fosfat per hari sangatlah penting untuk respon metabolik yang
    optimum. Berilah secara intravena (IV) atau intramuskular (IM)
    untuk profilaksis kejang pada preeklamsia. Gunakanlah jalur IV
    untuk onset kerja yang lebih cepat pada eklamsia sejati
    (true eclampsia).

    Hentikanlah pengobatan jika terjadi efek desired.
    Pengulangan dosis tergantung dari adanya reflek patela yang   
    berlanjut dan fungsi pernafasan yang cukup (adequate).

D. Dosis Dewasa
    Loading dose: 6 g IV di atas/lebih dari 20 menit; lalu 2-4 g/jam
    diteruskan infusion; aturlah untuk mengurangi kontraksi;
    jangan melebihi 4 g/jam.

E. Kontraindikasi
    1. Hypersensitivity
    2. Heart block    3. Addison disease
    4. Myocardial damage (kerusakan otot jantung)
    5. Myasthenia gravis    6. Impaired renal function    7. Severe hepatitis (hepatitis berat)

F. Perhatian!
1. Monitoring janin amat penting, karena dapat terjadi
    penurunan rata-rata jantung janin (fetal heart rate).
2. Keracunan (toxicity) magnesium pada ibu (maternal) dapat
    terjadi baik pada ekstrak (infusion) kadar tinggi maupun rendah.
3. Magnesium dapat merubah konduksi jantung, memicu terjadinya
    heart block pada pasien yang diberi obat digitalis/stimulan
    jantung yang kuat.
4. Monitorlah rata-rata pernafasan (respiratory rate), refleks tendon
    dalam (deep tendon reflex), dan fungsi ginjal (renal function)  
    saat elektrolit diberikan/diresepkan parenteral.
5. Berhati-hatilah saat memberikan magnesium karena dapat
    menimbulkan hipertensi yang signifikan atau asistol.
6. Jika overdosis, berikanlah calcium gluconate (10-20 mL IV
    dari 10% solution) sebagai antidotum untuk hypermagnesemia
    yang signifikan secara klinis.

Pembedahan (Surgical Care)
Saju Joy, MD, MS, seorang asisten Profesor, Division of Maternal-Fetal Medicine, Department of Obstetrics and Gynecology, Wake Forest University School of Medicine bersama dengan Deborah Lyon, MD, Director, Division of Benign Gynecology, Associate Professor, Department of Obstetrics and Gynecology, University of Florida Health Science Center at Jacksonville menjelaskan teknik pembedahan pada plasenta previa sebagai berikut di bawah ini. (Sengaja kami kutip dalam bahasa Inggris untuk menghindari salah dalam interpretasi/penerjemahannya)

The distance between the placental edge and internal cervical os on transvaginal ultrasonography after 35 weeks’ gestation is valuable in planning route of delivery. When the placental edge is greater than 2 cm from the internal cervical os, women can be offered a trial of labour with a high expectation of success. However, a distance of less than 2 cm from the os is associated with a higher cesarean rate, although vaginal delivery is still possible depending on the clinical circumstances.

The timing of delivery is often driven by the patients history and an increased risk for bleeding with advancing gestation. Most authorities recommend delivery at 36-37 weeks' gestation after confirming fetal lung maturity via amniocentesis. However, if the fetal lung maturity testing is immature or is not available, then delivery is often scheduled for 38 weeks' gestation.  

Most often a low transverse uterine incision is used; however, a vertical uterine incision may be considered secondary to an anterior placenta and risk of fetal bleeding. If the patient is at increased risk for invasive placentation (accreta, increta, or percreta), then the patient and surgical team must be prepared prior to delivery. These invasive placentations carry a high mortality rate (7% with placenta accreta) as well as a high morbidity rate (blood transfusion, infection, adjacent organ damage).
Cara untuk mengontrol perdarahan (hemorrhage):
1. Dengan teknik "predelivery placement of balloon catheters for
    angiographic embolization of pelvic vessels
". Teknik ini efektif
    untuk mengurangi kehilangan darah pada
    cesarean hysterectomy.
2. B-Lynch or parallel vertical compression sutures.
3. Uterine artery ligation.
4. Hypogastric artery ligation.
5. Hysterectomy.

Pada kasus placenta accreta kecil dan fokal, reseksi daerah implantasi dan perbaikan primer (primary repair) dapat memungkinkan pemeliharaan uterus (uterine preservation).

Manajemen Umum
Menurut Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, Sp.OG. (2004), manajemen umum pada plasenta previa adalah sebagai berikut:

a. Tergantung dari:
    1. Keadaan umum penderita.
    2. Jumlah perdarahan.
    3. Keadaan janin intrauterin.
b. Upaya preventif;
    1. Memasang infus.
    2. Menyiapkan transfusi darah.
    3. Menyiapkan referal (rujukan) bila di Puskesmas.
c. Diagnosis pasti:
    1. Pemeriksaan ultrasonografi.
    2. Pemeriksaan dalam di meja operasi.
d. Bila dijumpai di Puskesmas, sebaiknya direferal (dirujuk)
    ke rumah sakit umum tipe C.
e. Kejadian plasenta previa makin berkurang seiring dengan
    semakin diterimanya konsep Well Born Baby dan
    Well Health Mother.
Komplikasi
1. Perdarahan (hemorrhage) diharapkan sekunder pada lemahnya kemampuan kontraksi (poor contractibility) pada segmen bawah rahim (lower uterine segment). Perencanaan persalinan dan pengendalian perdarahan sangatlah penting pada kasus plasenta previa seperti halnya pada placenta accreta, increta, dan percreta.
2. Kehamilan preterm (preterm delivery)
3. Congenital malformations
4. Letak janin abnormal (abnormal fetal presentation)
5. Solusio plasenta (placental abruption)
6. Hemostasis dapat ditentukan (established) dengan adanya:
    a. Oversewing the placental implantation site     b. Ligasi bilateral uterine artery
    c. Ligasi arteri iliaka interna
    d. Circular interrupted ligation di sekitar segmen bawah rahim
        baik di atas dan dibawah insisi transverse
    e. Packing dengan kain kasa (gauze) atau tamponading dengan
        Bakri balloon catheter     f.  B-lynch stitch (jahitan B-lynch)
    g. Cesarean hysterectomy

Prognosis
1. Lima puluh persen wanita dengan plasenta previa memiliki
    kehamilan (delivery) preterm.
2. Kasus-kasus tersebut dipersulit dengan perdarahan vagina dan
    extreme prematurity
yang dapat meningkatkan risiko kematian 
    perinatal.
3. Insiden malformasi janin (fetal malformation) yang lebih besar
    dan hambatan pertumbuhan (growth restriction) haruslah
    diwaspadai pada kasus plasenta previa.

Pencegahan
Belum ada guidelines untuk mencegah plasenta previa. Bagimanapun juga, bila Anda mengalami plasenta previa, lakukanlah hal-hal berikut ini untuk mencegah terjadinya perdarahan:
1. Selalu cek kondisi kandungan secara rutin dan teratur.
2. Beristirahatlah, hiduplah secara teratur.
3. Ketahuilah langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan jika
    terjadi kontraksi atau perdarahan.
4. Jangan bekerja terlalu keras (terlalu memaksakan diri).
5. Jangan lupa berdoa kepada Tuhan YME.

Memutar Posisi Janin

Harusnya, pada usia kehamilan di atas 8 bulan, kepala janin berada di bawah dan bokongnya di atas. Hingga, saat persalinan nanti, pengeluaran bayi jadi lebih mudah dilakukan. Akan tetapi, pada kenyataannya tak selalu posisi demikian yang diperoleh ibu hamil. Banyak pula yang mengalami kelainan posisi janin berupa letak sungsang atau letak lintang.
Tentunya, kelainan-kelainan tersebut harus diatasi sejak mulai terdeteksi.Deteksi bisa saja datang dari si ibu. Misal, pada janin sungsang, yaitu bila posisi janin memanjang sejajar sumbu panjang rahim, dengan bokong janin berada di bagian terendah, Ibu dapat merasakan dari tendangan si janin yang lebih banyak geraknya ke bawah.
Gerakan di bawah adalah gerakan yang didominasi oleh kaki. Dengan demikian berarti kepala dan tangannya berada di atas. Padahal normalnya, setelah usia kehamilan 7-8 bulan, ibu akan merasakan gerakan janin lebih banyak di atas pusar. Ciri lain: bagian yang keras (kepala janin) mendesak tulang iga ibu hingga menimbulkan rahim sesak atau tertekan.
Ada pula gerakan janin yang mendominasi di perut sebelah kiri atau kanan. Jika ini terjadi, kemungkinannya adalah letak janin melintang. Posisi-posisi ini jelas tak seharusnya dan ibu harus segera minta kepada dokter ahli untuk mengubahnya.Tapi ingat, penanganan harus dilakukan oleh dokter atau bidan yang benar-benar ahli. Karena tidak sembarangan kita boleh memutar-mutar janin.
Memang ada ibu yang tak dapat mendeteksi sendiri kelainan posisi janinnya. Dia pun tak dapat mengungkapkan secara spesifik mengenai pergerakan janin hingga perlu pemeriksaan ahlinya. Dokter atau bidan yang terlatih biasanya hanya melakukan perabaan di perut ibu. Dari perabaan itu dapat dirasakan di mana posisi kepala dan di mana posisi bokong.
Namun, pemeriksaan seperti ini sulit dilakukan terhadap ibu yang bertubuh gemuk karena rahimnya terhalang oleh lemak. Bila dokter tak yakin dengan perabaannya, akan dilakukan pemeriksaan dengan ultrasonografi.
PENYEBAB
Letak sungsang ada beberapa variasi; dari letak bokong dengan kedua tungkai kakinya ke atas dan bokong di posisi yang terendah, letak sungsang sempurna di mana kedua kaki ada di samping bokong, dan letak sungsang tak sempurna di mana selain bokong ada bagian tubuh lain seperti kaki atau lutut berada paling bawah. Pada letak sungsang tak sempurna, biasanya satu kaki menjulur ke bawah hingga ke jalan rahim.
Adapun penyebab kelainan posisi pada janin, terang Dwiana, dari si janin sendiri.Tak ada pengaruh antara ibu yang beraktivitas tinggi, ibu yang memiliki penyakit kronis, atau ibu yang mengkonsumsi narkoba dengan kelainan posisi janin.
Dalam hal letak sungsang bisa disebabkan bayinya yang terlalu besar. Bila tubuh bayi terlalu besar, maka kepalanya tak bisa berputar ke bawah karena tak bisa masuk ke atas panggul.Namun, kenapa si bayi terlalu besar, bisa disebabkan ibunya yang kebanyakan makan. Akibatnya, si ibu kegemukan, begitupun bayinya. Karena itulah, ibu hamil kalau datang periksa, berat badannya ditimbang. Kalau berat badannya terlalu gemuk akan dinasihati untuk tak menambah berat badannya karena bayinya nanti terlalu besar.
Letak sungsang juga bisa terjadi saat hamil muda, di mana ukuran bayi masih kecil sementara ruangan rahim relatif luas, kepala janin akan terputar ke atas. Juga, terjadi pada ibu yang sering mengalami persalinan. Pada ibu yang sering bersalin ini, otot rahim akan molor dan ruangan rahim pada kehamilan berikutnya jadi lebih luas. Bila risiko ini ditambah lilitan tali pusat, dapat dipastikan janin akan sungsang. Lilitan tali pusat pada tubuhnya membuat dia tetap di posisi semula, kepala di atas dan bokong di bawah. Janin yang tak bisa memutar secara alamiah ini akan sungsang hingga melahirkan nanti.
Selain itu, sungsang juga disebabkan letak plasenta di bawah hingga kepala tak bisa turun. Sekalipun janin bisa berputar, kepala akan turun setengah hingga posisinya kadang jadi melintang. Ciri-ciri janin melintang. Tubuh akan membesar ke samping dan bagian tengah terasa kosong. Posisi ini bahkan lebih berbahaya daripada sungsang. Dalam persalinan lintang dikhawatirkan selain bayinya meninggal, ibunya juga. Karena kalau bayi itu melintang, dia tak bisa lahir, padahal kontraksi rahim begitu kuat. Dengan demikian, rahim bisa pecah, yang disebut ruptura uteri.
Hal lain yang dapat menyebabkan sungsang adalah terdapat kecacatan pada bayi. Misal, yang kepalanya besar (hidrosefalus) atau kepalanya tak ada tulang tengkorak. Kelainan-kelainan dengan bagian tubuh membesar dapat pula terjadi pada organ tubuh lain, seperti bahu, perut, dan bokong.
TAK BOLEH SEMBARANGAN
Tentunya, untuk melakukan tindakan terhadap bayi sungsang harus dilihat dulu penyebabnya. Sebab, untuk melakukan pemutaran tak boleh sembarangan. Jadi, tidak asal memutar. Bahaya sekali melakukan tindakan pemutaran kalau kita tak tahu persis apa penyebab bayi itu menjadi sungsang.
Larangan pun berlaku bagi dokter atau bidan yang tak terampil melakukan pemutaran. Yang melakukannya harus dokter atau bidan terlatih. Sebab kalau penyebab janin sungsang adalah lilitan tali pusat, tindakan memperbaiki akan menyebabkan bayinya malah tambah terjerat. Dalam kondisi seperti ini, kepala bayi tak akan bisa turun. Seandainya dipaksakan pun, bayi akan makin terjerat. Biasanya dokter atau bidan akan membiarkannya dalam posisi seperti ini. Kemungkinannya, persalinan dilakukan dengan jalan bedah sesar.
Cara memutar bayi sungsang dengan tangan yang dikenal dengan versi luar. Pertama-tama, si ibu dalam posisi terlentang, kondisi relaks, dan belum ada kontraksi. Bila sudah terjadi kontraksi, maka pemutaran tak dapat dilakukan karena rahim sudah tak relaks lagi dan ibu sudah siap melakukan persalinan.
Kemudian perlahan-lahan bayi kita geser dengan tangan dari luar. Pemutaran bayi boleh diteruskan bila tak terasa sakit. Bila terasa sakit, pemutaran harus dihentikan untuk mencegah terjadi luka di rahim, misal, plasenta putus atau rahim robek. Biasanya pemutaran dilakukan antara 10 sampai 15 menit dalam satu kali pemutaran. Pemutaran tak dapat dilakukan setahap demi setahap. Misal, hari ini bayi diputar setengah kemudian besok setengahnya lagi.
Sebaiknya jangan melakukan urut-mengurut. Ibu tak diperkenankan melakukan pemijatan di daerah perut apalagi rahim. Meskipun pengurutan dilakukan ahlinya, tetap dilarang. Apalagi bila ahli itu tak mengerti medis.
Posisi Bersujud
Teknik lain yang kerap dianjurkan jika posisi bayi sungsang ialah ibu melakukan psosisi seperti bersujud.Posisi ini dimaksudkan agar bagian janin yang sudah masuk rongga panggul akan keluar dan secara alamiah bayi punya kesempatan lebih luas untuk berputar. Tindakan ini lebih berhasil dan tak
membahayakan bagi ibu hamil maupun janinnya. Asalkan kehamilan masih cukup dini, di mana air ketuban masih cukup banyak dan penyebabnya bukan terlilit tali pusat.
Posisi sujud bisa dilakukan selama 15 menit setiap hari. Seminggu kemudian diperiksa ulang untuk mengetahui berubah tidaknya letak janin. Bila letak janin tak berubah, tindakan sujud bisa diulang. Bila berhasil, perut ibu perlu difiksasi (diikat) dengan gurita atau stagen agar janin tak berubah kembali.
Letak janin melintang tak bisa diatasi dengan tindakan seperti ini. Umumnya, bayi dengan letak lintang dilahirkan melalui bedah caesar. Bagi ibu hamil dengan janin melintang, perlu lebih berhati-hati ketika hamil tua. Janin melintang akan tetap aman bila ketuban utuh. Bila ketuban pecah, akan berbahaya bagi ibu dan janin. Untuk mencegahnya, hindari mengejan saat hamil tua, berhati-hati saat berjalan, dan jangan lakukan sanggama ketika hamil mulai tua.
Syarat "Permuatan" Bayi
Ada beberapa persyaratan dalam melakukan pemutaran janin sungsang:
1. Ibu tak boleh terlalu gemuk, hingga bayinya tak bisa dikenali atau diraba.
2. Air ketuban tak boleh terlalu banyak ataupun tak terlalu sedikit.
3. Saat pemutaran, ibu tak boleh merasa sakit. Karena rasa nyeri salah satu komplikasinya, plasenta lepas saat pemutaran dan bisa menyebabkan perdarahan. Perdarahan akan mengakibatkan bayi dan ibu meninggal. Selain, bisa juga terjadi robekan pada rahim ibu karena rahim ibu di usia hamil tua seringkali sudah tipis. Apalagi kalau si ibu sudah ada bekas operasi, berarti kontra indikasi.
4. Pemutaran dilakukan perlahan-lahan sambil mendengarkan bunyi jantung janin. Jika ada perubahan bunyi jantung janin, harus dihentikan. Pemutaran dianggap gagal.